Selasa, 20 Oktober 2015

RESENSI ZADANIYAL TENTANG SEJARAH MAULID NABI

MENEGUHKAN SEMANGAT KEISLAMAN
DAN KEBANGSAAN
SEJAK KHAIRUZAN (172 H.) 
HINGGA HABIB LUTHFI BIN YAHYA (1947-SEKARANG)



Maulid Nabi melintasi ruang yang luas dan beraneka macam tekstur kebudayaannya. Universal karena selain mengabaikan batas geografis juga melampaui sekat zaman. Rentang seribu tahun sejak abad kedua hijriah merupakan waktu yang tidak sebentar. Inilah globalitas dan universalitas Maulid Nabi. 
Buku ini merupakan argumentasi lain eksistensi Maulid Nabi. Selama ini, Maulid Nabi selalu dibela dalam argumen-argumen yang bersifat teologis seperti fatwa hukum dan keteladanan moral. Namun siapa yang berani mencoba menjelajahi semesta sejarah dan praktikal Muslim selama berabad-abad? Lalu merangkainya menjadi sebuah bukti bahwa Maulid diterima oleh mayoritas Muslim di seluruh dunia selama berabad-abad. Artinya, Maulid Nabi bersifat global dan universal. Mengikuti pesebaran kaum Muslim di seluruh dunia.
Pada umumnya, literatur Islam yang populer di masyarakat mengidentifikasi abad kelima atau keenam sebagai era kemunculan perayaan Maulid Nabi. Dan pada umumnya, dikait-kaitkan dengan Dinasti Fatimi Mesir yang menganut Syiah. Buku ini mengungkapkan bahwa Maulid Nabi sudah menjadi agenda Kekhalifahan Sunni Abbasiyah pada abad kedua hijriah. Ketika kekuasaan berada di tangan Khalifah al-Mansur, al-Hadi dan Harun al-Rasyid. Bukan tiga orang ini yang berinisiatif mengadakan perayaan Maulid Nabi. Tapi seorang perempuan Persia yang cantik, cerdas, dan berwawasan luas. Perempuan dengan kebijaksanaan tingkat tinggi itu bernama al-Khaizuran (173 H.).
Dia adalah istri Khalifah al-Mansur dan ibu dari dua Khalifah Abbasiyah, al-Hadi dan Harun al-Rasyid. Dengan pengaruhnya, dia menginisiasi perayaan Maulid Nabi sebagai benteng kultural Islam agar masyarakat Muslim saat tidak turut merayakan Nairuz dan Mahrajan. Dua perayaan kuno Persia yang tetap semarak ketika Islam mendominasi wilayah Persia. Kebijakan itu ternyata lebih dahsyat dibanding dengan sekadar memfatwakan haram mengucapkan selamat hari raya. Yaitu dengan menyediakan alternatif lain yang tidak kalah bergengsinya, dan tentu saja berpihak kepada tradisi Islam. Itulah arti Maulid Nabi pada abad kedua hijriah. Inilah salah satu bahasan yang diulas oleh buku Sejarah Maulid Nabi: Meneguhkan Semangat Keagamaan dan Kebangsaan Sejak al-Khaizuran (173 H.) hingga Habib Luthfi bin Yahya (1937-Sekarang).
Buku yang ditulis oleh Ahmad Tsauri ini, mencoba mengambil sejarah sebagai jalan masuk meneguhkan eksistensi Maulid Nabi. Sejarah yang dimaksud buku ini merentang jauh hingga seribu tahun lalu. Yaitu dari abad kedua hijriah hingga dunia kontemporer saat ini. Tentu bukan pekerjaan mudah, tapi Ahmad Tsauri mencoba memulainya. Ahmad Tsauri menyajikan utaian sejarah itu dalam tujuh bab utama. Bab pertama berbicara tentang Maulid Nabi sebagai gejala global dan universal. Global dalam arti Maulid Nabi melintasi ruang yang luas dan beraneka macam tekstur kebudayaannya. Universal karena selain mengabaikan batas geografis juga melampaui sekat zaman. Rentang seribu tahun sejak abad kedua hijriah merupakan waktu yang tidak sebentar. Inilah globalitas dan universalitas Maulid Nabi.
Bab kedua berbicara mengenai perayaan Maulid Nabi paling klasik yang hampir-hampir dilupakan oleh buku-buku sejarah besar. Pembahasan merentang dari Dinasti Bani Abbasiyah, Dinasti Fatimi Mesir, Dinasti Ayyubiyah Mesir, Dinasti Azafi Maghrib, Dinasti Marini Maroko, Pasca Serbuan Mongol, hingga era penjajahan negara-negara Eropa. Bab ketiga berbicara mengenai semangat yang selalu menyertai Maulid Nabi. Yaitu semangat keagamaan dan kebangsaan. Maulid Nabi selalu mengajarkan bagaimana kita mempertahankan apa yang kita miliki. Entah itu dengan ajaran syukur nikmat, ketaatan kepada yang kuasa, mengingat nabi, menjaga kedaulatan, maupun mencintai tanah air. Maulid Nabi mengajarkan bagaimana menjaga apa yang dianugrahkan Tuhan kepada kita.
Bab keempat membicarakan model-model perayaan Maulid Nabi di berbagai macam negara. Ini untuk menunjukkan bahwa setiap Muslim memiliki cara sendiri dalam merayakan hari kelahiran Nabi yang paling dicintainya. Entah dengan model besar maupun kecil-kecilan. Baik di negara-negara mayoritas Muslim maupun di negara-negara minoritas Muslim. Mereka merayakan Maulid Nabi. Dunia global membuka jejaring Maulid Nabi di seluruh dunia.
Bab kelima mengupas sejarah masuknya tradisi Maulid Nabi ke Nusantara kuno. Hal ingin ditepis adalah pandangan sebagian sarjana yang menyatakan bahwa peringatan Maulid Nabi adalah ciri-ciri kehadiran kaum Syiah di Nusantara kuno. Bab ini mencoba menepis anggapan tersebut. Bahwa benar Ahlul Bait, orang-orang yang memiliki garis keturunan Nabi, yang membawa yang menyebarkan tradisi perayaan Maulid Nabi. Namun toh mereka adalah orang-orang Ahlus-Sunnah Wal Jamaah dari India, Yaman, dan Arab Jazirah. Bab ini juga mengupas mengenai peran pemerintahan raja-raja pribumi Muslim yang merayakan Maulid Nabi. Negara Muslim Nusantara kuno mendukung perayaan Maulid Nabi. Bahkan hingga sekarang seperti dapat dilihat dalam perayaan Sekaten di Jogjakarta dan Solo Hadiningrat. Faktanya, Maulid Nabi menjadi media efektif dalam mendakwahkan Islam.
Bab keenam mengulas perayaan Maulid Nabi yang diprakarsai oleh Habib Luthfi bin Yahya, Pekalongan. Penulis tetap menggunakan pendekatan historis dalam memahami eksistensi Maulid Nabi. Kepanitiaan dipegang oleh Pengurus Majelis Khanzus Shalawat. Sebuah lembaga dakwah yang dipimpin oleh Maulana Habib Luthfi bin Yahya. Sejak pertama kali diadakan hingga saat ini, kontinuitas semangatnya tetap terjaga. Yaitu mempromosikan gagasan keagamaan dan kebangsaan. Pada saat pertama kali diadakan oleh leluhur Habib Luthfi, yaitu Habib Hasyim bin Yahya, Maulid Nabi menjadi sarana persatuan umat kota Pekalongan yang dikenal sebagai daerah panas dan rawan konflik. Selain bahwa beliau merupakan tokoh yang dianggap berbahaya oleh pemerintah kolonial. Maulid Nabi mengajarkan keberislaman dan keberbangsaan sekaligus sejak saat itu. Demikian pula yang terjadi sekarang. Habib Luthfi menyadari betul peran ini. Karenanya, setiap mengadakan even ini, beliau selalu mengundang seluruh elemen bangsa. Mulai dari masyarakat luas, pejabat-pejabat negara, daerah, militer maupun sipil, hingga pemuka komunitas agama-agama dan pengusaha. Maulid Akbar Kanzus Shalawat seakan ingin menyampaikan pesan, Indonesia hanya bisa utuh dengan seluruh elemennya. Jangan mencoba memecah belah bangsa ini. Maulid Nabi akan menjaga persatuan mereka. Dan membakar semangat nasionalisme mereka.
Buku ini ditutup dengan bab ketujuh, menyarikan pesan sejarah panjang Maulid Nabi. Buku ini mengkampanyekan bahwa Maulid Nabi mengawal keislaman dan kebangsaan umat!
(Resensi : Muhammad Chairul Huda) [Informasi Buku: 5708B7D7(PIN BB) -Whatsapp: 087830738611 - 0857 4292 6846  (INDOSAT) - 087830738611    (XL) Facabook : Menara Publisher Twitter : @MenaraPublisher Website : www.ilmutasawuf.com]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar